Cerpen Robohnya Surau Kami karya AA. Nafis, nama yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Dari membaca judul cerpen, kesan religius jelas terpancar. Dilihat dari latar belakang, gaya bercerita, alur cerita, penokohan sampai pesan yang disampaikan bisa ditangkap secara beragam. Sindiran yang diwakilkan oleh tokoh kakek dan Ajo Sidi mungkin juga sindiran untuk banyak orang. Sangat menohok perasaan.
Cerita diawali di di surau, tempat kediaman kakek. Surau adalah tempat ibadah untuk umat muslim. Biasanya surau terdapat di desa karena bangunannya yang relatif lebih kecil daripada masjid. Surau yang terletak 1 km dari pasar ini dijaga oleh seorang garin, sebutan untuk penjaga surau dan orang-orang memanggilnya kakek.
Kakek tidak bekerja. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya setiap Jum'at dan mendapatkan fitrah Id setahun sekali. Hidupnya diabdikan sepenuhnya untuk mengurus surau dan beribadah. Kakek dikenal sangat taat beribadah dan jarang marah. Keahlian kakek adalah mengasah pisau. Bila orang-orang meminta tolong padanya, kakek tidak meminta imbalan tetapi jika diberi dia terima. Tak jarang kakek hanya mendapatkan ucapan terima kasih dan sedikit sunyuman.
Suatu hari sang tokoh kita datang kepada kakek. Tak seperti biasanya, kakek terlihat bermuram durja. Dia lihat kakek sepertinya habis mengerjakan sesuatu terbukti di sekitarnya masih berserakan pisau cukur, asahan dan lainnya. Dilihatnya sebilah pisau di dekat kakek. Dia mendekat dan bertanya kepada kakek kepemilikan pisau tersebut. Ternyata pisau itu milik Ajo Sidi, seorang yang terkenal suka bercerita dan membual. Dia suka bercerita dengan karakter orang disekitarnya sehingga membuat orang tersebut tersinggung dan marah. Demikian juga yang terjadi pada kakek.
Tokoh kita ini ingin tahu bualannya Ajo Sidi hingga membuat kakek marah. Kakek hanya bisa menahan geram karena usianya yang sudah senja. Ia tahu menahan marah itu adalah hal sulit untuk diamalkan. Sabar dan tawakal, itulah yang ingin ia amalkan.
Setelah didesak berkali-kali akhirnya kakek angkat bicara juga. Ia memulai ceritanya bahwa seluruh hidupnya dicurahkan untuk beribadah di surau itu. Ia tidak menikah, tidak bekerja dan tak punya rumah. Ajo Sidi mengatainya bahwa ia manusia terkutuk. Tentu kakek sangat keberatan dikatakan seperti itu. Kakek benar-benar sedih dibuatnya.
Lalu kakek bercerita bualan Ajo Sidi. Dikisahkan pada satu waktu di akhirat, orang-orang yang sudah kembali padaNya dikumpulkan dan ditanyai amalannya satu-persatu. Diantara mereka tersebutlah Haji Saleh. Semasa hidupnya, Haji Saleh merasa sudah melakukan semua perinyahNya. Over confidence, Haji Saleh senyam senyum dan berkacak pinggang seolah berkata " Selamat tinggal Neraka dan Sambutlah Aku Surga." Tibalah giliran Haji Saleh ditanyai olehNya. Pertama kali ditanya tentang siapa dia, dijawabnya dengan penuh keyakinan bahwa dia bernama Saleh dan ditambahkan pula olehnya karena dia sudah ke Mekah maka namanya menjadi Haji Saleh. Pertanyaan beralih tentang apa saja yang dia perbuat selama di dunia. Haji Saleh menjawab bahwa pekerjaannya selama di dunia selalu menyembah Allah setiap hari, setiap menit bahkan selalu menyebut namaNya dalam kondisi apapun. Haji Saleh juga mengatakan kalau dia tidak pernah berbuat jahat. DihadapanNyapun, Haji Saleh tetap memuji namaNya. Akan tetapi Haji Saleh mulai merasakan hawa panas api neraka di sekujur tubunya. Haji Saleh menangis. Berkali-kali Haji Saleh menceritakan puja-pujiNya selama ia hidup. Tapi Allah memerintahkan malaikat untuk segera menyeretnya ke neraka. Haji Saleh bingung. Ia yakin Allah salah menghukum. Alangkah tercengangnya dia saat masuk neraka. Disana banyak teman-teman di dunia yang terpanggang hangus dan merintih kesakitan. Kebingunannya semakin menjadi-jadi ketika dilihatnya di neraka itu banyak orang-orang yang tak kurang ibadahnya dari dia sendiri bahkan ada yang sudah berhaji 14 kali dan bergelar Syeh! Haji Saleh mendekat dan bertanya kepada mereka kenapa dimasukkan neraka. Ternyata mereka sama bingungnya dengannya. Mereka merasa Allah telah silap dan bersepakat melakukan demo.
Para pendemo menghadapNya dan menyatakan keberatannya. Allah bertanya kepada mereka dimana mereka tinggal dan serentak dijawab "Indonesia" yang tanahnya subur dan kaya bahan tambang. Akan tetapi kesuburan dan kekayaan alam itu tidak mereka urus sehingga mereka rela anak cucu melarat dan teraniaya semua. Mereka ikhlas kekayaan alamnya diberikan orang lain dan hal itu mengindikasikan bahwa mereka pemalas. Itulah yang membuat Allah menghukum mereka. Allah meyuruh manusia mengurus bumi dan kekayannya dan Allah tidak mabuk pujian. Maka Allah mengutus malaikat membawa mereka ke kerak neraka.
Tak percaya apa yang didengar, akhirnya mereka bertanya kepada malaikat tentang kesalahannya. Malaikat menjawab kalau mereka egois dan terlalu takut masuk neraka sehingga menelantarkan anak istri. Itulah olok-olokan Ajo Sidi kepada kakek.
Esok paginya sang tokoh kita dikabari istrinya bahwa kakek meninggal dunia dengan cara menggoroh lehernya dengan pisau cukur. Bukan main kagetnya, seketika dia pergi ke rumah Ajo Sidi si pembuat gara-gara. Dia hanya menjumpai istri Ajo Sidi dan diberi tahu kalau Ajo Sidi berpesan kepada istrinya untuk membelikan kain kafan sebanyak tujuh lapis buat kakek. Tokoh kita melongo saat istrinya Ajo Sidi mengatakan kalau suaminya pergi bekerja.
Sepeninggal kakek, nasib surau itu selanjutnya tidak ada yang mengurus. Cara kakek mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri membuat semua pengorbanan dan ibadahnya terbuang percuma. Kakek digambarkan gila beribadah dan Ajo Sidi gila kerja. Kakek adalah simbol kematangan seseorang baik dalam segi kehidupan maupun beribadah. Kakek terlalu sibuk dengan urusan akhirat sehingga tak memikirkan urusan dunia. Sindiran Ajo Sidi yang mengambil nama Haji Saleh sangat merejam rasa. Betapa tidak! Nama Saleh ternyata kontras dengan arti saleh itu sendiri dan bergelar Haji pula.Lebih jauh tentang sindirannya kepada kakek menyiratkan bahwa Haji Saleh memfokuskan hidupnya untuk ibadah dan ibadah kepadaNya saja karena terlalu takut pada neraka. Ini menyiratkan bahwa dia melakukan ibadah bersyarat. Dalam artian bahwa Haji Saleh tidak ikhlas dalam beribadah karena mengharapkan surga. Di jelaskan dalam kitab jika manusia melakukan segala sesuatu dengan lillahita'ala berarti manusia tak terpengaruh iming-iming surga atau ancaman neraka karena surga dan nerakapun makhluk ciptaanNya. Secara tersirat dapat pesan moral yang bisa dipetik bahwa manusia seharusnya beribadah tanpa pamrih apapun. Jika sudah waktunya dipanggil Yang Diatas, maka manusia kembali kepadaNya, bukan kembali ke Surga atau Neraka.
Adapun surau merupakan tempat suci yang harus dijaga seperti juga hati manusia yang harus terjaga kesuciannya. Surau yang roboh karena diambil kayunya merupakan simbol runtuhnya sendi keimanan seseorang. Dalam hal ini diwakili oleh tokoh kakek yang membunuh keimanannya. Kakek dipandang matang dari sisi dunia dan akhirat. Dalam Bahasa Jawa biasa disebut sepuh yang bisa berarti sepuh usianya ataupun sepuh ilmunya.
Sedangkan pekerjaan yang hanya menggantungkan belas kasihan orang lain seperti pekerjaan kakek tidak diperintahkan Allah Sang Pencipta. Dalam hadits dikatakan bahwa tangan diatas lebih baik dari tangan di bawah. Segala sesuatu yang berhubungan dengan duniawi haruslah dijalani seimbang dengan urusan akhirat. Bukankah manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di bumi?
Sekali lagi digarisbawahi oleh pengarang cerpen bahwa diantara kita mungkin ada yang merasa ibadahnya paling bagus dan pahalanya sudah banyak. Jangan sampai kita terjerumus ke dalam sombong beribadah bahkan ingin mendapat pujian dari sesama. Naudzubilah mindzalik. Ingatlah bahwa kacamata manusia dan Allah berbeda. Ibadah kita diterima atau tidak sepenuhnya ada dalam wilayah kekuasaan Allah. Akhirnya, pelajaan yang diambil dari cerpen ini adalah beribadahlah secara vertikal/habluminallah dan horisontal/habluminannas.
Semoga bermanfaat.
29 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar